logo

logo
logo gunadarma

Sunday, May 6, 2012

Perkembangan Pengusaha di Indonesia


“Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk”. Pernyataan itu diungkapkan Ir Ciputra pada malam penganugerahan penghargaan Ernst and Young Entrepreneur of the Year 2007 di Hotel Mulia, Jakarta, (28/11/07). Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia?
Dari 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar 400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18 persen wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal, menurut pendiri University of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia terbilang besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu, jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial, Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal.
Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) Ernst and Young Entrepreneur tahun 2006 Bambang Ismawan mengatakan, wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit. Hal itu dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur muda yang kita miliki memang masih sangat kurang.
“Lulusan perguruan tinggi lebih banyak yang ingin bekerja sebagai pegawai, sedangkan inisiatif untuk menciptakan lapangan kerja sendiri masih sangat kecil,” ujarnya.
Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, kata Bambang, terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. “Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama,” ujar Bambang.
Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani.
Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera dibenahi.
Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan – bahkan perubahan paradigma – juga disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial.
“Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha,” ujarnya.
Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda.
Menjawab tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir, ia mendirikan University of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional, mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan pelatihan tiga bulan kepada masyarakat.
Selain dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan mikro (UMKM).
Potensi sektor UMKM, kata Bambang, sesungguhnya sangat menjanjikan. Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta) merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang, memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan kecil.

Barang Impor Kian Marak, Ekspor Bahan Mentah Dibanggakan

Kinerja sektor perdagangan pada 2011 ini dihiasi dengan kenyataan makin maraknya barang impor yang masuk dan kian menguasai pasar dalam negeri. Di sisi lain, peningkatan kinerja ekspor, khususnya di luar minyak dan gas (non-migas), ternyata tidak selaju impor, sehingga surplus perdagangan Indonesia terus menyusut.



Kenaikan ekspor ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas, karena masih didominasi barang mentah atau komoditas sumber daya alam, seperti barang pertambangan, perkebunan, pertanian, dan lainnya. Artinya, kenaikan ekspor Indonesia yang memang terjadi setiap tahunnya itu tidak perlu dibanggakan, karena ekspor barang mentah sudah dilakukan Indonesia sejak zaman penjajahan VOC/Belanda dulu.
Lonjakan barang impor pada tahun ini sebagian besar datang dari China. Selanjutnya, negara di ASEAN/Asia lainnya, seperti Thailand, Jepang, bahkan Malaysia dan Vietnam. Rata-rata impor yang masuk berupa barang jadi yang bernilai tambah tinggi. Sementara ekspor Indonesia berupa barang mentah yang tidak bernilai tambah, seperti batu bara, timah, minyak sawit mentah, dan lainnya.
Laju impor barang yang masuk pasar Indonesia dinilai akibat dampak pelaksanaan kawasan perdagangan bebas China dan ASEAN (China-ASEAN free trade area/CAFTA). Kementerian Perdagangan, sebagai lokomotif, seharusnya bisa menjaga keseimbangan perdagangan Indonesia, sehingga berdampak positif untuk sektor produktif di dalam negeri.
Selain impor produk industri, masalah juga terjadi tatkala impor buah-buahan, sayuran, daging, ikan, bahkan garam yang dilakukan Indonesia pada tahun ini seakan seperti memecahkan rekor sebelumnya. Jadi, bukan hanya industri dalam negeri saja yang menjerit, melainkan kalangan petani, peternak, atau pembudidaya di dalam negeri juga ikut teriak.
Namun, tampaknya institusi negara ini justru menutup mata terhadap dampak negatif implementasi CAFTA tersebut, khususnya terhadap industri nasional atau usaha produktif di dalam negeri lainnya. Padahal faktanya, serbuan barang-barang impor dari China sudah membuat industri yang memproduksi barang serupa terpuruk, bahkan tidak sedikit yang sudah gulung tikar akibat tidak mampu bersaing.
Seperti yang dikatakan sebelumnya oleh Managing Director Econit Advisory Group Hendri Saparini, kinerja Kementerian Perdagangan secara umum memang terlihat berhasil, karena kinerja impor dan ekspor meningkat.
"Ekspor memang meningkat, tetapi bentuknya berupa bahan mentah dan sumber daya alam, sementara impor lebih banyak berupa barang jadi. Jika melihat kesulitan industri nasional saat ini, kita sudah babak belur karena banyak industri yang terpuruk akibat CAFTA," katanya.
Seiring pelaksanaan perdagangan bebas dengan konsekuensi terbukanya pasar Indonesia, sebenarnya banyak kalangan yang mengingatkan agar pemerintah berhati-hati. Ini dikarenakan sudah jelas-jelas Indonesia tidak siap menghadapi era perdagangan bebas tersebut. Ini bukan salah siapa-siapa, ya salah pemerintah sendiri.
Hingga saat ini, sebagian besar produk Indonesia tidak bisa bersaing di tataran pasar internasional karena harga dan kualitasnya tidak kompetitif dibanding produk serupa dari China, Thailand, dan Vietnam. Kebijakan ekonomi hingga kini belum mampu mengatasi berbagai kendala maupun sumbatan dalam upaya meningkatkan kinerja industri di dalam negeri untuk menciptakan produk yang kompetitif.
Akibatnya, kebijakan perdagangan bebas yang dijalankan Indonesia, seperti yang tertuang dalam CAFTA dan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) justru memukul pelaku industri dan dunia usaha di dalam negeri. Termasuk kalangan petani dan kawan-kawannya. Pemerintah hingga kini belum mampu mengatasi masalah untuk memperkuat daya saing industri, seperti keterbatasan infrastruktur, ekonomi biaya tinggi, dan efisiensi birokrasi.
Anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, Kementerian Perdagangan selama ini menjalankan kebijakan yang dianggap penting dan sebagai prioritas. Namun, dalam perjalanannya justru tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah sendiri yang fokus pada penciptaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran.

Kemunduran

Sementara itu, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang Ahmad Erani yustika mengatakan, pelaksanaan liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas oleh pemerintah sudah berdampak pada kemunduran sektor industri di dalam negeri dan sektor produktif lainnya. Sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan lainnya) juga mengalami stagnasi karena pemerintah lebih mengedepankan impor untuk memenuhi pasokan dan kebutuhan masyarakat di dalam negeri.
Sebenarnya penghentian penerapan mekanisme pasar dan pemberlakuan pasar bebas yang kebablasan bisa dilakukan pemerintah. Harus ada perubahan radikal untuk mencapai cita-cita ekonomi konstitusi. Saat ini arah pembangunan ekonomi makin jauh dari konstitusi," ujarnya.
Jika dikaitkan dengan perdagangan bebas China-ASEAN maupun dengan negara lain di Asia, sudah jelas menimbulkan persoalan serius dengan kondisi Indonesia yang belum siap. Apalagi penguatan daya saing industri di dalam negeri hingga kini belum menunjukkan hal yang menggembirakan.
Di sisi lain, China tentu juga tidak puas dengan pencapaian yang telah diraih. Seperti halnya AS, China juga sangat agresif membuka kerja sama ekonomi negara-negara kawasan, khususnya di Asia, dalam bingkai perdagangan bebas. China di antaranya merebut kesempatan di pasar Asia Tenggara dengan meratifikasi CAFTA. Pasar ASEAN dibidik China karena di wilayah ini sekurangnya ada empat negara yang perekonomiannya menonjol.

Perubahan

Ke depan, Kementerian Perdagangan diharapkan tidak lagi menelurkan kebijakan yang menuai resistensi dan cenderung kontroversial. Kebijakan-kebijakan itu harus diubah dan tidak lagi meninggalkan kepentingan nasional. Artinya produk impor tidak lagi mendominasi pasar Indonesia dan ekspor bisa didominasi produk-produk yang bernilai tambah tinggi.
Jika tidak ada perubahan signifikan dalam garis kebijakan, maka tidak akan bisa mendorong peningkatan kinerja bidang ekonomi secara umum. Artinya, kondisinya tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya.
Salah staunya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan harus mengantisipasi limpahan produk China ke Indonesia ke depan ini. Apalagi diperkirakan akan jauh lebih besar akibat dampak lanjutan krisis di negara-negara Eropa saat ini. Saat ini saja, China sudah merasakan dampak krisis di Eropa dan Amerika Serikat dengan menurunnya ekspor.
Jika ini terjadi, maka China kemungkinan akan kehilangan pasar ekspornya mengingat Eropa saat ini merupakan pasar ekspor terbesar China atau mencapai 20 persen dari total ekspor negara tersebut. China sendiri siap mengalihkan produk ekspornya ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Dinamika yang terjadi di Eropa harus menjadi perhatian bersama, terutama Kementerian Perdagangan.
Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan, yang baru menggantikan koleganya, Mari Elka Pangestu, pada Oktober 2011 lalu, memang menargetkan total ekspor nonmigas Indonesia 2011 bisa mencapai lebih dari 150-160 miliar dolar AS. Apalagi, berdasarkan data per Oktober 2011, total ekspor sudah mengalami peningkatan sebesar 30 persen lebih dibanding periode yang sama tahun 2010 lalu. Hingga Oktober 2011, total ekspor nonmigas sudah mencapai 134,7 miliar dolar AS.
Namun Gita mengakui ekspor masih didominasi produk-produk yang berbasis pada sumber daya alam yang pemanfaatan teknologinya rendah atau paling tinggi tingkat menengah.
Meski demikian, peningkatan ekspor hingga Oktober 2011 tidaklah berarti jika melihat lonjakan impor. Nilai impor Indonesia selama Januari-Oktober 2011 mencapai 145,68 miliar dolar AS atau meningkat 33,03 persen jika dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 109,51 miliar dolar AS. Artinya, nilai impor sudah hampir menyamai ekspor.
Di mana impor nonmigas selama Januari-Oktober 2011 mencapai 112,08 miliar dolar AS atau naik 27,82 persen dibanding impor nonmigas periode yang sama tahun 2010 sebesar 87,69 miliar dolar AS. Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Oktober 2011 masih ditempati oleh China dengan nilai 20,71 miliar dolar AS dengan pangsa 18,47 persen. Diikuti Jepang 15,60 miliar dolar AS (13,92 persen) dan Singapura 8,86 miliar dolar AS (7,90 persen). Selanjutnya, impor nonmigas dari ASEAN mencapai 22,27 persen, sementara dari Uni Eropa sebesar 8,93 persen.
Dengan kenyataan dan angka-angka di atas, apakah kinerja sektor perdagangan ke depan, khususnya terkait ekspor-impor, akan jauh lebih baik dibanding tahun 2011 ini? Atau malah surplus perdagangan akan terus menipis dan puncaknya Indonesia justru mengalami defisit. Ini mungkin terjadi jika barang-barang impor terus dibiarkan bebas masuk merajalela serta menguasai pasar dalam negeri, sementara ekspor non-migas kita tidak bisa beranjak dari barang-barang mentah. 

Sumber:http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=293261

Hukum Perdagangan Internasional


Hukum Perdagangan Internasional
Hukum perdagangan internasional mencakup aturan dan kebiasaan dalam menangani perdagangan antar negara atau antar perusahaan swasta lintas batas. Selama 20 tahun terakhir, hukum perdagangan internasional menjadi salah satu bidang hukum internasional yang mengalami perkembangan paling cepat.
Tinjauan
Hukum perdagangan internasional mesti dibedakan dari bidang hukum ekonomi internasional yang lebih luas. Hukum perdagangan internasional bisa dikatakan bukan hanya mencakup hukum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), tapi juga hukum yang mengatur sistem moneter internasional dan peraturan mata uang, di samping hukum pembangunan internasional.
Badan yang mengatur perdagangan antar negara pada abad 21 berasal dari hukum-hukum perdagangan pada masa pertengahan yang disebut lex mertacora(hukum untuk pedagang di darat) dan lex maritime (hukum untuk pedagang di laut). Hukum perdagangan modern (yang meluas melampaui pakta-pakta bilateral) mulai berlaku tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II, dengan negosiasi pakta multilateral untuk menangani perdagangan barang: Kesepakatan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT)
Hukum perdagangan internasional didasarkan pada teori-teori kebebasan ekonomi yang berkembang di Eropa dan kemudian di Amerika Serikat sejak abad 18.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
Pada 1995, WTO, sebuah organisasi internasional resmi untuk mengatur perdagangan, didirikan. Pendirian organisasi ini merupakan peristiwa paling penting dalam sejarah hukum perdagangan internasional.
Tujuan dan struktur organisasi ini diatur dengan Perjanjian Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia, yang juga dikenal dengan “Perjanjian Marrakesh”. Perjanjian ini tidak menetapkan aturan pasti yang mengatur perdagangan di bidang-bidang tertentu. Hal ini terbukti dari data yang terdapat dalam pakta-pakta terpisah, yang dilampirkan ke Perjanjian Marrakesh.
Perdagangan Barang
GATT telah menjadi tulang punggung hukum perdagangan internasional hampir sepanjang abad 20. GATT memuat aturan-aturan yang terkait dengan praktek perdagangan “tidak adil” seperti dumping dan subsidi.
Perdagangan dan Hak Asasi Manusia
Perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia Terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS) mewajibkan agar negara-negara yang menandatanganinya memperhatikan hak kekayaan intelektual (disebut juga hak monopoli intelektual). Perjanjian yang sering menimbulkan sengketa ini membawa dampak negatif terhadap akses ke obat-obatan yang sangat penting di sejumlah negara.
Penyelesaian Sengketa
Karena tidak ada hakim internasional (2004), maka cara-cara untuk menyelesaikan sengketa ditentukan berdasarkan yurisdiksi. Kasus sengketa perdagangan internasional diselesaikan oleh masing-masing negara dan warga negara menentukan yurisdiksi berdasarkan Klausul Forum (lokasi sidang penyelesaian sengketa) yang dimuat dalam kontrak.
Selain, faktor lain dalam sengketa internasional adalah nilai tukar. Dengan adanya fluktuasi mata uang dari tahun ke tahun, tidak adanya Klausul Perdagangan dapat membahayakan perdagangan antara para pihak (dalam perjanjian) pada saat salah satu pihak memperkaya diri secara tidak adil melalui fluktuasi pasar natural. Dengan menyebutkan nilai tukar yang diperkirakan terjadi selama masa berlakunya perjanjian, maka para pihak dapat memantau perubahan pada pasar melalui peninjauan ulang perjanjian atau pembagian fluktuasi nilai tukar.

PERKEMBANGAN HUKUM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Perbankan syariah memulai karirnya di dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1992 setelah diumumkan UU No. 7/1992, dengan pelopornya adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Setelah dilakukan revisi, di tahun 1998 Undang-Undang tersebut digantikan dengan UU No.10/1998. Dukungan pemerintah dengan dikeluarkan landasan hukum bagi perbankan syariah, telah membawanya menjadi kian berkembang pesat. Undang-Undang tersebut diharapkan dapat mendorong pengembangan jaringan kantor bank syariah yang dapat lebih menjangkau masyarakat yang lebih membutuhkan di seluruh Indonesia. Di dalam pengertian umum bank syariah (di beberapa Negara disebut Islamic Bank) adalah bahwa kegiatan Bank Syariah / Bank Islami mencoba menerapkan hukum agama islam (syariah/shari’a) ke dalam sector perbankan atau ke dalam sector komersial modern lainnya. Dalam Undang-Undang RI yang dikeluarkan BI No.28 tahun 2008 mendefinisikan bank syariah sebagai berikut :
“Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”
Ada beberapa penulis yang berpendapat lain mengenai definisi Bank Syariah jika dilihat dari penerapan hukum islam terhadap kegiatan bank. Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad syafi’I Antonio mendefinisikan Bank Islam/Syariah sebagai berikut :
“Bank islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah islam khusunya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam”(Karnaen Perwataatmaja dan Muhammad Syafi’I Antonio, 1992:12)
Warkum Sumitro mendefinisikan bank islam sebagai berikut :
“Bank islam berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara islam, yakni dengan mngacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits.”(warkum sumitro,1996:5-6)
Cholil Uman mendefinisikan Bank Islam sebagai berikut :
“Bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum islam.” (cholil uman, 1994:5-6)
Berbeda dengan nasional, hukum islam pada hakekatnya meliputi etika dan hukum dunia akhirat, serta masjid (agama) dan Negara. Hukum islam tidak membedakan aturan yang dipaksakan oleh kesadaran individual dengan aturan yang dipaksakan oleh pengadilan atau Negara. Penerapan hukum islam dalam kegiatan perbankan atau kegiatan ekonomi lainnya yang modern bukanlah pekerjaan yang sederhana. Studi mengenai hukum perbankan syariah atau hukum keuangan syariah menjadi suatu studi yang menarik dan menantang untuk dunia hukum di Indonesia dimana hukum yang berlaku di Indonesia berbeda dengan hokum yang berlaku dengan hukum agama islam. Indonesia bukan Negara islam, oleh karena itu pemberlakuan hukum islam tidak dapat diberlakukan secara otomatis dalam kehidupan kemasyarakatan. Pemberlakuan hukum agama islam harus melalui proses positivasi hukum islam. Dalam hal ini, hukum syariah diterima oleh Negara dalam peraturan perundang-undangan yang positif yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu, bank syariah yang didirikan di Indonesia tidak hanya mengikuti hukum syariah saja tetapi harus mengikuti semua hukum nasional yang yang secara langsung atau tidak langsung mengatur bank syariah. Dengan diberlakukannya undang-undang No.10 tahun 1998 , maka legalitas hukum baik dari aspek kelembagaan dan kegiatan usaha bank syariah telah diakomodir dengan jelas dan menjadi landasan yuridis yang kuat bagi perbankan dan para pihak yang berkepentingan. Pada dasarnya pengaturan hukum kegiatan usaha bank syariah diupayakan untuk diberlakukan secara “equal treatment regulations” atau prinsip kesetaraan hukum. Namun kadangkala terdapat pengaturan yang bersifat khusus terhadap kegiatan usaha bank syariah yang disesuaikan dengan karakter usaha bank syariah yang memilki perbedaan yang sangat mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional. Karakter kegiatan usaha bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional sudah berlaku standard dan secara universal telah diterapkan di berbagai Negara yang menggunakan system perbankan syariah. Standarisasi yang dilakukan seperti dalam penerapan akuntansi dan audit bank syariah yang diberlakukan secara khusus sebagaimana ditentukan dalam standar internasional untuk akuntansi dan audit lebaga keuangansyariah yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain. Dalam kegiatan usaha bank syariah perana DPS juga sangat penting dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah. DPS terdiri dari para paka syariah muamalah yang memiliki pengetahuan dasar di bidang prbankan, dan dalam pelaksanaannya di kehidupan sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN. DSN adalah badan independen yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa syariah terhadap produk dan jasa lembaga syariah di Indonesia. Di masa mendatang harus lebih dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai arah pendekatan pengembangan perbankan syariah (ekonomi syariah), agar antara pengembangan praktik-praktik kegiatan ekonomi syariah akan lebih sejalan dan saling mendukung dengan pengembangan infrastruktur hukum perbankan syariah.

Pemerintah fokuskan APBN "sehat"

Dalam perkembangan kasus perekonomian di jakarta,Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan fokus pemerintah saat ini adalah mensukseskan perekonomian dan melaksanakan serta menjaga APBN tetap sehat sehingga meningkatkan kesejahteraan rakyat. 


"Seperti arahan Presiden, dua kata kunci yang harus dipegang adalah perekonomian sukses dan rencana di APBN terlaksana," kata Hatta Rajasa dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Kamis. 


Menurut Hatta, target pertumbuhan ekonomi yang sudah ditetapkan dalam APBN-P 2012 harus tercapai. Kondisi APBN juga harus terjaga sehat sehingga tidak menimbulkan distorsi. 


"Pemerintah akan fokus ke situ," tegas Hatta Rajasa.


Menurut dia, beberapa asumsi makro tahun 2012 adalah mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5 persen, menekan inflasi di bawah 6,8 persen, tingkat suku bunga kredit sebesar 5,0 persen, menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar di level Rp9.000 per dolar, dan asumsi harga minyak sebesar 105 dolar AS per barel.


Namun demikian bisa saja terjadi perubahan seiring perjalanan waktu sehingga bisa saja postur APBN-P berubah. Misalnya asumsi APBN-P yang didesain bersama DPR ada kenaikan harga BBM sebesar Rp1.500 per liter.


"Ini yang dikatakan Presiden tadi terjadi `mismatch`, karena sampai saat ini belum bisa kita laksanakan karena pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012 belum memenuhi itu. Namun, yang lebih penting adalah menjaga dan mengawal APBN-P dan memastikan pelaksanaannya berjalan baik dan sehat," lanjut Hatta.


Menurut dia, untuk menjaga APBN-P tetap sehat harus dilakukan beberapa kebijakan untuk menjaga ketahanan fiskal. Kebijakan itu di antaranya optimalisasi pendapatan negara yang berasal dari kenaikan harga minyak, memastikan target penerimaan perpajakan APBN-P 2012, dan optimalisasi penerimaan dari sektor minerba.


Hatta mengimbau para kepala daerah untuk melakukan langkah-langkah penghematan. Seperti yang saat ini dilakukan adalah penghematan anggaran BBM di kementerian sebesar Rp19 triliun, pemotongan anggaran kementerian dan lembaga. 


Selain itu peningkatan penyerapan anggaran di kementerian/lembaga hingga 95 persen, penghematan subsidi pangan, penghematan subsidi beras miskin, penghematan anggaran subsidi siswa miskin, dan penghematan anggaran kompensasi perubahan subsidi.


Terkait dengan penghematan BBM, Hatta berbagi resep mudah. Penghematan itu bisa dilakukan melalui kebijakan fiskal dan menjaga defisit di bawah 3,0 persen.


"Caranya bagaimana? Yang pertama adalah konsisten melakukan konversi BBM ke bahan gas, karena bahan gas kita masih banyak. Kedua adalah mengurangi kebocoran," katanya. 


Selain itu juga pengendalian. Saat ini pemerintah masih melakukan pendalaman karena terjadi perbedaan pendapat di masyarakat. Ada usulan yang menggunakan tahun, atau berdasarkan kapasitas mesin kendaraan.


Terkait upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi, lanjut Hatta, pemerintah memiliki beberapa langkah yang akan ditempuh.


Pertama mendorong percepatan belanja untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Kedua, menjaga tingkat daya beli masyarakat. Ketiga, optimalisasi program perlindungan sosial.

Ancaman Persaingan Ekonomi Kreatif Terhadap Nasionalisme Bangsa



Dominasi UKM dalam Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif adalah wacana baru yang sedang dikaji dan dicoba untuk diimplementasi secara serius oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan. Dalam berbagai naskah studi ekonomi kreatif dan pemaparan Mari Elka Pangestu di media massa, ekonomi kreatif digambarkan sebagai sebuah kondisi ekonomi yang dipenuhi oleh daya kreativitas dalam hal penciptaan nilai tambah, strategi manajemen, hingga kepiawaian dalam menangkap peluang. Daya kreativitas yang diharapkan bahkan hingga menyentuh pada usaha untuk menjaga kelestarian unsur budaya lokal dan lingkungan, pemanfaatan energi yang terbarukan serta kemampuan untuk berkolaborasi dan mengorkestrasi dalam satu wadah kegiatan ekonomi.
Secara wacana, ekonomi kreatif memiliki arah yang tidak  hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga secara moral, budaya, alam dan lingkungan masyarakat. Daya kreativitas yang timbul dari ekonomi kreatif, berdampak positif terhadap peningkatan kapasitas daya saing dan inovasi. Dibalik segala manfaat yang diharapkan dari ekonomi kreatif terdapat satu kenyataan yang tidak boleh dihilangkan yaitu dominasi usaha kelas kecil dan menengah (UKM) di Indonesia.
UKM dengan segala kekuatannya yang terbukti tahan terhadap terpaan krisis, di sisi lain juga memiliki persoalan dan kelemahan yaitu persaingan tidak sehat diantara UKM itu sendiri hingga persaingan dengan perusahaan besar padat modal dan berkapasitas produksi massal. Persaingan sebenarnya juga dapat dijadikan faktor pemicu berkembangnya kreativitas, tetapi jika persaingan berlangsung tidak adil yang terjadi adalah melemahnya ekonomi kreatif itu sendiri.
Kejahatan Persaingan dalam Ekonomi Kreatif terhadap Nasionalisme 
Nasionalisme tidak akan pernah terwujud jika setiap individu dibiarkan bertarung secara bebas sehingga mereka seakan dituntut untuk lebih memikirkan keselamatan dan eksistensi diri sendiri daripada bangsanya. Industri fesyen merupakan contoh nyata dari kondisi persaingan yang tidak sehat tersebut. Pelaku usaha skala kecil dan menengah dibiarkan bertarung bebas dalam pasar, tidak hanya bertarung dengan pemodal besar bahkan produk mereka dibiarkan bertarung bebas degan produk impor. Realita persaingan yang tidak adil tersebut muncul di Kota Batu, Jawa Timur. Setelah adanya pembangunan dan pembukaan pusat perbelanjaan besar yang berada tidak jauh dari pasar tradisional, omzet penjualan pedagang di pasar tradisional menurun. Penurunan omzet bahkan terjadi hingga menjelang hari raya Idul fitri, padahal para pedagang tersebut dalam satu tahun akan mendapatkan omzet di atas rata-rata pada hari-hari menjelang perayaan Idul Fitri.
Persaingan yang tidak adil itulah yang perlu dicermati dalam pembangunan ekonomi kreatif. Bukan hanya penurunan omzet yang akan menyerang pelaku UKM, lebih jauh lagi jika persaingan tidak dikelola dengan baik, ekonomi kreatif hanya sekadar menghasilkan produk kreatif tanpa makna. Tanpa makna yang dimaksud adalah produk yang dihasilkan hanya menghasilkan keuntungan secara ekonomi dan tidak menyentuh nilai-nilai lain yang diharapkan dari tumbuhnya ekonomi kreatif seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Kenyataan yang demikian sebenarnya tengah terjadi pada era kini, yaitu banyaknya produk yang membanjiri pasar dan hanya memberikan profit pada sebagian orang tetapi justru memberikan kerugian bagi banyak pihak. Kerugian tersebut dapat berupa kesehatan, kelestarian alam, upah pekerja yang dibawah ketetapan pemerintah hingga hilangnya budaya bangsa.
Kerugian-kerugian yang ditimbulkan dari persaingan tersebut dapat dijelaskan dengan pemaparan singkat. Pada awalnya muncul sebuah produk kreatif baru di pasar yang setelah diluncurkan di pasar ternyata mendapatkan respon positif dari pasar. Melihat kesuksesan tersebut produsen lain mencoba untuk menampilkan produk yang sama dan mencoba berkreasi dengan menambahkan fitur-fitur lain agar produknya sedikit memiliki keunggulan dan perbedaan dibanding produk pendahulunya. Setelah produk pesaing muncul di pasar, produsen yang menjadi pelopor bisa jadi kalah saing karena ternyata produsen kedua memiliki produk dengan fitur berbeda tetapi memiliki keunggulan lebih. Proses tersebut akan terus berulang hingga akhirnya berakhir pada kekalahan bagi pelaku UKM yang lemah secara modal, struktur manajemen, dan kapasitas produksi. Kekalahan tersebut bahkan dapat berlangsung lebih parah jika peluang pasar ditangkap oleh produsen padat modal, seperti yang telah dipaparkan di atas.
Kekalahan persaingan tersebut akhirnya memicu kreativitas baru dengan memunculkan produk-produk yang berharga murah, berfitur beda, dan memiliki keunggulan berbeda, tetapi sering menimbulkan kerugian tersendiri. Berharga murah terkadang diikuti oleh kualitas rendah yang mengakibatkan kerugian secara kesehatan, merusak lingkungan dan terkadang terpaksa menurunkan upah jasa karyawan. Fitur beda dengan strategi pemasaran yang penuh dengan persuasi, akhirnya dapat menimbulkan kebutuhan baru bagi masyarakat yang pada kenyataannya masyarakat tidak membutuhkan produk tersebut. Sebagai contoh adalah kemunculan minuman isotonik yang hanya menciptakan kebutuhan baru bagi masyarakat. Sebelum kemunculan minuman isotonik masyarakat sebetulnya cukup membuat larutan oralit yang sederhana jika benar-benar kekurangan cairan, tetapi setelah muncul produk-produk minuman isotonik, masyarakat pun akhirnya menjadikannya sebagai kebutuhan. Hal tersebut berdampak negative karena kebutuhan baru berarti penambahan pengeluaran baru.
Yang lebih parah adalah kejadian selajutnya, yaitu pada awalnya hanya muncul satu larutan isotonik, tetapi kemudian muncul berbagai merek yang hanya memiliki sedikit perbedaan. Iklan pemasaran minuman isotonik pun akhirnya justru mengarah untuk mendidik masyarakat bahwa terus mengkonsumsi minuman isotonik setiap hari adalah salah satu kebiasaan sehat. Padahal minuman isotonik yang dibuat secara tidak alami tersebut dapat memicu timbulanya gangguan pendengaran yang disebut meniere’s disease, yaitu gangguan pendengaran karena terganggunya keseimbangan elektrolit.
Kreativitas yang dituntut dalam ekonomi kreatif bukan hanya sekadar memodifikasi ulang produk yang sudah ada tetapi juga dituntut untuk menciptakan produk baru. Kreativitas untuk menciptakan produk baru dapat dijadikan alternatif untuk membuat persaingan menjadi lebih adil, tetapi pada kenyataannya produk baru memiliki resiko yang lebih tinggi dibanding produk-produk hasil modifikasi. Produk modifikasi lebih mudah dijalankan karena pelaku usaha dapat melihat pengalaman produsen dan kelemahan yang perlu diperbaiki dari produk sebelumnya, berbeda dengan produk baru yang memerlukan pendekatan baru terhadap pasar.
Dalam kajian studi yang berjudul Perkembangan Ekonomi Kreatif Indonesia oleh Departemen Perdagangan, disebutkan bahwa ada enam aktor yang akan dikolaborasikan dalam perkembangan ekonomi kreatif. Enam aktor tersebut adalah sumber daya insani (people), industri (industry), teknologi (technology), sumber daya (resources), institusi (institution), dan lembaga pembiayaan (financial intermediary). Kolaborasi tersebut diharapkan dapat menghasilkan kerjasama untuk mengoptimalkan pengembangan ekonomi kreatif, tetapi dalam paparan peran dan tugas aktor-aktor tersebut cenderung dituntut untuk terus meningkatkan kreativitas dan daya saing. Kolaborasi antara enam aktor tersebut memang mendorong tumbuhnya industri kreatif di Indonesia, tetapi pengelolaan persaingan dari banyaknya kreativitas yang akan muncul dari ekonomi kreatif kurang menjadi tugas dan tujuan dari enam aktor tersebut.
Departemen Perdagangan juga menyebutkan dalam Pembangunan Industri Kreatif 2025 bahwa pemerintah akan menciptakan kebijakan yang mendukung terciptanya persaingan yang sehat dalam ekonomi kreatif. Pemerintah memang sewajarnya menjadi penengah dalam persaingan usaha tetapi yang perlu diingat adalah sifat formal dari lembaga pemerintahan. Birokrasi pada lembaga pemerintahan yang formal harus mengelola persaingan pelaku usaha di Indonesia yang dapat dipastikan tengah didominasi oleh UKM dan cenderung bersifat informal.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi



Pada saat ini sering terjadi barbagai peristiwa baik di dalam negeri maupun di luar negeri ,Peristiwa tersebut ada yang berpotensi menimbulkan konflik atau sengketa maupun dapat di selesaikan dengan baik.Peristiwa yang menimbulkan sengketa inilah yang harus menjadi perhatian pihak yang terlibat di dalam kejadian tersebut jika sengketa tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik maka akan banyak sekali kerugian atau akibat yang muncul dari hal ini.Untuk menghindari hal buruk tersebut maka sengketa harus segera diselesaikan.Ada beberapa cara untuk menyelesaikan sengketa yaitu negosiasi,mediasi dan arbitrase.Negosiasi menggunakan cara pertemuan antara pihak-pihak yang bersengketa,mediasi memerlukan pihak ketiga sebagai pihak yang netral untuk menyelesaikan sengketa sedangkan arbitrase lebih mengarah kea rah hukum.ketiganya memiliki aturan tersendiri untuk menyelesaikan kasus sengketa yang ada dan diharapkan dengan menggunakan salah satu metode ini atau ketiganya sengketa dapat diselesaikan dengan baik.

Di dalam kehidupan ini mungkin kita sering mendengar kata sengketa,ketika kita sedang membaca Koran terkadang kita menemukan kasus sengketa seperti sengketa perebutan hak milik tanah yang kadang sering terjadi di masyarakat,lalu sebenarnya apakah sengketa itu?dan apakah sengketa dapat diselesaikan?   
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang dapat berakibat secara hukum dan mendapat sanksi hukum.Sengketa dapat diselesaikan dengan Negosiasi,Mediasi dan Arbitrase.
  • Negosiasi adalah adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana   kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
  •  Mediasi adalah adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
  • Arbitrase adalah kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.


1.      Pengertian Sengketa  
Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
2.      Penyelesaian Sengketa
·         Negosiasi
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
ü  Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
ü   Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan,  menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
ü    Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
ü   Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
ü  Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
ü  Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
ü  Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
ü   Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa  sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
ü   Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.

·         Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus,sehingga semua keputusan harus memperoleh persetujuan dari berbagai pihak.

Prosedur Untuk Mediasi
ü  Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
ü   Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
ü   Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
ü   Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1.
Netral

2.
membantu para pihak

3.
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak.
Tugas Mediator



Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.


Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.


Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.




Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.




  •     Arbitrase
ü        Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”. 
  • ü  Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa orang arbiter.
  • ü Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
  • ü  Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak.
  • ü   Asas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun 1990 diketahui bahwa.
1. Arbitrase merupakan suatu perjanjian ;
2. Perjajian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
3. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa untuk dilaksanakan di luar perdilan umum.
Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan.