isu kesehatan semata adalah kekeliruan yang terus dihembuskan
pemerintah. Sikap tersebut menurut Ketua Asosiasi Petani Tembakau
Indonesia (APTI), Nurtantio Wisnu Brata, sangat merugikan petani yang
terbiasa memproduksi hasil olahan tanaman tembakau dari hulu hingga
hilir.
"Jangan cuma dari isu kesehatan, ini tidak adil," katanya
dalam diskusi yang bertajuk "Pro Kontra Tembakau, Siapa yang
Diuntungkan?" di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta, Selasa 20 Juni
2012.
Menurut dia, cara pandang sebelah mata inilah yang menjadikan pihak antirokok seolah memaksakan kesehendak membuat aturan mengenai tembakau. "Kita harus kritis menyikapi isu soal rokok di Indonesia,” katanya.
Pihak
antirokok dinilai menutup mata dari berbagai faktor lain seperti,
ekonomi, politik, dan budaya. Secara ekonomi misalnya, rokok menyumbang
cukai bernilai triliunan rupiah. Pada 2009, penerimaan cukai Rp55
triliun dan meningkat pada 2010 jadi Rp57 triliun.
Bahkan, rokok
menjadi salah satu industri prioritas. Jika cukai rokok naik dan
industri dibatasi, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. “Belum hasil
keuntungan yang diperoleh dari petani, pengusaha, hingga
distributornya,” katanya.
Sedangkan di sisi lain, perusahaan
rokok asing juga bisa memberikan dana kampanye antirokok. Artinya, isu
bahaya rokok yang berujung pada pembuatan aturan menghilangkan industri
rokok produk lokal, hanyalah perang dagang.
"Di mana pihak
antirokok juga mendapatkan dana dari perusahaan asing untuk memperlancar
misi menghancurkan industri tembakau dalam negeri," ujarnya.
No comments:
Post a Comment