logo

logo
logo gunadarma

Thursday, June 21, 2012

MEMAHAMI LINGKUNGAN BISNIS

MEMAHAMI LINGKUNGAN BISNIS
1.Batas batas dan lingkungan Organisasi
Batasan organisasi adalah batasan yang memisahkan organisasi dari lingkungannya (eksternal). Tetapi walaupun relative mudah diidentifikasikan, batas-batas itu sulit untuk di tunjukkan. Contoh kasus sederhana sebuah toko serba ada kecil yang terdiri dari gerai penjualan barang, ruang penyimpanan, dan kantor manjer/ pemilik. Bagaimanapun juga batas-batas toko berhubungan dengan struktur fisiknya.
Lingkungan Multi-Organisasi
Lingkungan multi organisasi beberapa diantaranya relative umum. Kondisi organisasi yang berlaku, misalnya, akan mempengaruhi kinerja hampir semua bisnis. Namun kondisi spesifik lainnya dapat juga berpengaruh. Pedagang grosir di lingkungan kita akan berpengaruh tidak hanya oleh naiknya pengangguran, melainkan juga oleh kebijakan harga dan pemasaran pesaing terdekat.
2.Lingkungan Ekonomi
Lingkungan ekonomi menunjukkan pada kondisi sistem ekonomi di wilayah organisasi tersebut beroperasi, misalnya saat suatu buku di tulis beroperasi di lingkungan ekonomi yang sedang, tingkat pengangguran yang sedang dan inflasi yang rendah. Faktor ekonomi semacam itu sering mempengaruhi bisnis dalam berbagai cara.
Pertumbuhan ekonomi
yaitu keadaan yang menunjukkan naiknya kondisi ekonomi suatu Negara yang bisa digunakan sebagai acuan yang menunjukkan tingkat kemakmuran suatu Negara.
Jumlah Output dan Standar Hidup
Jumlah output adalah jumlah total barang dan jasa yang diproduksi oleh sebuah sistem ekonomi selama satu periode tertentu.
Standar hidup adalah total kuaantitas dan kualitas barang dan jasa yang dapat dibeli oleh warga suatu Negara dengan mata uang yang digunakan dalam sistem ekonomi.Pertumbuhan juga memungkinkan standar hidup yang lebih tinggi. Maka untuk mengetahui seberapa besar peningkatan standar hidup, kita perlu mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Untuk mengetahui pertumbuhan maka dibutuhkan data :
1. GDP (Gross domestic produk )= Produk domestic bruto yaitu nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu periode tertentu oleh perekonomian nasional melalui faktor produksi domestic
2. GDP rill gdp yang dihitung untuk menanggapi perubahan nilai mata uang dan perubahan harga
3. GDP nominal yaitu gdp yang diukur berdasarkan dolar terkini atau berdasarkan semua komponen yang dinilai dengan harga sekarang
4. GNP (produk nasional bruto) adalah total nilai barang dan jasa yang diproduksi secara nasional oleh suatu Negara dalam satu periode tertentu terlepas dari dimana faktor produksi itu berada.
Keseimbangan Daya Beli yaitu prinsip bahwa nilai tukar ditetapkan sedemikian rupa sehingga harga produk yang sama di Negara benbeda, kurang lebih sama.
Faktor dalam pertumbuhan ekonomi:
• Produktivitas adalah faktor utama yang mempengaruhi dalam pertumbuhan suatu sistem ekonomi. Ukuran pertumbuhan ekonomi yang membandingkan berapa banyak yang diproduksi oleg suatu sistem dengan berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Standar ekonomi meningkat hanya melalui peningkatan produktivitas.
• Nearaca perdagangan adalah nilai ekonomis semua produk yang dieksport sebuah Negara dikurangi nilai ekonomis produk impor.
Prinsip:
1. Neraca perdagangan positif bila ekspor sebuah Negara (menjual ke Negara lain) lebih besar dari impornya (membeli dari Negara lain)
2. Neraca perdagangan negative bila impor suatu Negara lebih besar dari ekspornya.
• Hutang nasional adalah jumlah uang yang harus dibayar pemerintah kepada kreditornya.
Stabilitas ekonomi adalah kondisi dimana kondisi dalam sistem ekonomi di mana jumlah uang yang tersedia dan kuantitas barang dan jasa yang di produksi bertumbuh kira-kira pada tingkat yang sama.
Faktor-faktor tertentu yang mengancam stabilitas ekonomi adalah
1. Inflasi, inflasi ini terjadi apabila ada kenaikan harga yang meluas di seluruh sistrem ekonomi. Bagai mana inflasi dapa mempengaruhi??? Jawabannya adalah apabila inflasi terjadi bila jumlah uang yang beredar dalam sebuah perekonomian melebihi output aktualnya. Bila ini terjadi orang akan memiliki lebih banyak uang yang dibelanjakan, tetapi kuantitas produk yang dibeli tetap sama. Ketika mereka bersaing satu sama lain untuk membeli produk yang tersedia, harga melobnjak. Tidak lama kemudian, harga yang tinggi itu akan menghapus kenaikan jumlah uang yang beredar dalam ekonomi.Maka, daya belipun merosot.
Inflasi juga sangat merugikan konsumen karna yang sering menjadi pertimbangan utama ketika memutuskan untuk membeli sebuah produk adalah harga. Dengan kata lain sifat alami konsumen adalah akan membeli suatu barang jika harga barang itu sesuai dengan yang diinginkan.Hal-hal yang mempengaruhi keputusan seseorang dalam membeli suatu barang dan jasa adalah:
-Pendapatan rumah tangga
-Harga suatu barang dan jasa
-Tingkat kenaikan harga
Mengukur inflasi
Angka inflasi = Perubahan indeks harga X 100
Indeks harga awal
2. Pengangguran adalah tingkat tidak adanya pekerjaan bagi orang yang secara aktif mencari pekerjaan dalam suatu sistem ekonomi.Bila tingkat pengangguran rendah maka kurang tersedia tenaga kerja untuk direkrut bisnis.Pengangguran terkadang merupakan gejala dari kekacauan di seluruh sistem perekonomian. Selama menurunnya siklus bisnis, orang yang di berbagi sector bisa kehilangan pekerjaan mereka pada waktu yang bersamaan.
3.Lingkungan Teknologi
Teknologi umumnya mencakup semua cara yang digunakan perusahaan untuk menciptakan nilai bagi konstituen mereka. Teknologi mencakup pengetahuan manusia, metode kerja, peralatan fisik, elektronik, dan telekomunikasi, serta berbagai sistem pengolahan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan bisnis. Walaupun teknologi diterapkan dalam organisasi bentuk dan ketersediaan teknologi berasal dari lingkungan umum.
Teknologi produk dan jasa adalah teknologi yang digunakan untuk menciptakan produk-baik barang fisik maupun jasa bagi pelanggan. Walaupun banyak orang yang mengasosiasikan teknologi dengan manufaktur, teknologi juga merupakan kekuatan yang signifikan dalam sector jasa.
Teknologi adalah basis persaingan bagi beberapa perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan yang bertujuan menguasai industry mereka. Sebuah perusahaan mungkin memusatkan upayanya untuk menjadi produsenberbiaya rendah atau selalu memiliki produk yang paling maju secara teknologis di pasar.
Teknologi Proses bisnis adalah teknologi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan di bidang operasional internal (akuntansi, pengelolaan arus informasi, penciptaan laporan kegiatan dan lain-lain). Teknologi juga membantu menyiapkan hubungan lebih baik dengan berbagai konstituen eksternal seperti pemasok dan pelanggan.
Perencanaan Sumber daya manusia suatu inovasi teknologi bisnis terbaru yang mendapatkan perhatian khusus adalah perencanaan sumber daya perusahaan, atau ERP (enterprise resource planning) yakni suatu sistem berskala besar untuk mengorganisasikan dan mengelola proses perusahaan di tingkat lini produk, departemen, dan lokasi geografis. Dalam mengembangkan sistem ERP, perusahaan memulai dengan mengidentifikasikan proses yang membutuhkan perhatian besar, seperti hubungan denga pemasok, arus material, atau pemenuhan pesanan pelanggan. Sistem yang dihasilkan akan memadukan prose penjualan dengan perencanaan produksi dan kemudian memadukan kedua operasi ini dengan sistem akuntansi keuangan.
ERP juga menyimpan informasi terbaru tentang berbagai kegiatan, melaporkan transaksi sekarang dan yang akan dating, serta memasang pengingat elektronis bahwa tindakan tertentu dibutuhkan jika jadwal tertentu dipenuhi.ERP mengkoordinasi operasi internal dengan kegiatan pemasok luar dan memberitahukan pelanggan tentang status pesanan teknik serta pengiriman dan penagihan mendatang.

4.Lingkungan Hukum-Politik
Lingkungan hukum politik mencerminkan hubungan antara dunia bisnis, pemerintah, biasanya dalam bentuk aturan bisnis. Ini penting karena beberapa alasan. Sistem hokum menetapkan hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh organisasi. Pihak pemerintah juga mengatur bidang penting sebagai praktek periklanan, pertimbangan keamanan dan kesehatan, serta standar perilaku bisnis yang dapat diterima.
Sentimen probisnis atau antibisnis dalam pemerintahan dapat mempengaruhi kegiatan bisnis lebih lanjur. Selama periode sentiment probisnis, perusahaan merasa mudah bersaing dan tidak perlu memperhatikan isu-isu antitrust. Di pihak lain dalam keadaan sentiment antibisnis, perusahaan merasa kegiatan persaingan mereka lebih dibatasi.
Stabilitas politik juga merupakan sebuah pertimbangan penting, khususnya untuk perusahaan-perusahaan internasional.
5.Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan social budaya mencakup kebiasaan adat istiadat, nilai, dan karakteristik demografis masyarakat di tempat organisasi tertentu beroperasi. Proses social-budaya menentukan barang dan jasa dan juga standar perilaku bisnis yang kemungkinan dinilai dan diterima masyarakat.
• Pilihan dan selera pelanggan
pilihan dan selera pelanggan bervariasi di dalam dan diseluruh batas-batas Negara. Pilihan dan selera konsumen juga berubah sepanjang waktu. Dalam beberapa waktu dan waktu tertentu konsumen atau pelanggan juga membutuhkan barang atau jasa tertentu sesuai kondisi dan kebutuhan dari konsumen.Terakhir faktor social budaya mempengaruhi cara pekerja dalam memandang pekerjaan dan organisasi mereka.
• Perilaku bisnis yang bertanggung jawab dan sesuai dengan etika
Sebuah unsure yang sangat penting dari lingkungan social-budaya adalah praktek etika dan bertanggung jawab social.Semua itu dibutuhkan untuk berjalannya suatu sistem bisnis yang baik dan tidak menimbulkan masalah-masalah yang dapat menghancurkan organisasi bisnis. Setiap organisasi harus bisa mematuhi dan menjalankan bisnis sesuain dengan perilaku-pelilaku bisnis yang wajar dan sesuai dengan atuan.

Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia

Pada akhir tahun tujuh puluhan orang mengenal istilah stagflation (stagnation and inflation), di mana inflasi terjadi berbarengan dengan stagnasi. Dewasa ini Indonesia menghadapi dua kondisi yang terjadi secara simultan yang sifatnya antagonistis, yakni pertumbuhan ekonomi berlangsung serentak dan kemiskinan. Dari satu segi, kondisi makro ekonomi berada dalam keadaan yang cukup meyakinkan.

Tingkat inflasi relatif cukup terkendali pada tingkat satu digit, import-eksport berjalan cukup baik, tingkat bunga lumayan rendah dan cadangan devisa cukup tinggi untuk dapat menjamin import dalam waktu sedang, investasi cukup tinggi (angka-angkanya boleh dilihat sendiri dalam Laporan BPS, Laporan Bank Indonesia dan Nota Keuangan).

Tetapi dari segi mikro, pengangguran dan kemiskinan makin meningkat. Urbanisasi meningkat terutama dari kelompok miskin dan pengemis. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga disemua kota-kota besar seluruh Indonesia. Semua ini menandakan adanya kemiskinan dan sempitnya kesempatan kerja di pedesaan.

Dibandingkan dengan banyak negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak rendah. Bahkan ketika krisis keuangan global yang menimpa hampir semua negara, sebagai akibat dari krisis kredit perumahan (prime morgate loans) di Amerika, yang bermula pada tahun 2006 sampai tahun 2009, ekonomi Indonesia tidak mengalami goncangan yang berarti.

Kemampuan untuk meredam akibat dari keuangan ini dapat terjadi berkat kebijakan makro ekonomi yang hati-hati dan tepat, di samping kondisi keterbukaan yang memangnya tidak sebesar negara-negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia.
Kemampuan Indonesia bertahan terhadap krisis keuangan tersebut menimbulkan keyakinan rakyat pada kemampuan pemerintah SBY Periode I, sehingga dapat memenangkan Pemilihan Umum untuk Priode II. Sayangnya keberhasilan dalam bidang ekonomi pada tataran makro ini tidak mampu menekan tingkat kemiskinan yang sejak lama sudah berlangsung.

Selama masa yang panjang, sejak beberapa dekade yang lalu, di Indonesia berlangsung proses pemiskinan desa secara berkelanjutan. Dalam Era Orde Baru dikenal kebijaksanaan peningkatan ekspor non-migas. Sub-sektor industri non migas ini menjadi prioritas utama. Berbagai fasilitas diberikan kepadanya, termasuk hak untuk membayar upah buruh rendah.

Upah buruh murah ini memang telah menjadi trade mark Indonesia dalam promosi penarikan modal asing. Asumsi yang dipakai, bahwa dengan upah buruh yang murah, maka harga pokok barang-barang yang diproduksi akan murah. Dengan demikian, produk eksport Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi. Padahal, meskipun harga pokok mempunyai korelasi dengan daya saing, karena barang dapat dijual dengan harga murah, tetapi daya saing suatu barang tidak sekadar ditentukan oleh harga (pokok), tetapi juga oleh kualitas barang, teknik marketing , politik/ diplomasi dan lain-lain.

Agar buruh (termasuk PNS) dapat hidup, maka harga bahan makanan harus dapat dipertahankan rendah. Inilah yang menjadi tugas pokok Bulog sejak waktu itu. Jika harga bahan makanan dalam negeri naik, Bulog segera harus mengimpor dari luar negeri. Rendahnya harga bahan makanan yang note bene hasil produksi petani, mengakibatkan terjadinya proses pemiskinan petani di daerah pedesaan secara berkelanjutan.

Perbedaan dua kondisi yang yang berlangsung secara terus menerus tersebut selama masa yang panjang telah mengakibatkan semakin melebarnya ketimpangan ekonomi antar penduduk di Indonesia. Hal yang perlu diindahkan adalah, jika ketimpangan pendapatan antar penduduk sudah sangat lebar, akan terdapat kecenderungan mengaburnya pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran dari pembangunan. Artinya, setiap kita melihat adanya pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan pendapatan per kapita, sulit dirasakan, pada saat yang sama boleh jadi sedang berlangsung proses pemiskinan.

Sebagai contoh dari keadaan ini dapat ditunjukkan dengan angka-angka sederhana sebagai berikut:

Jika misalnya, suatu negara berpenduduk 100 juta orang, terdapat 5% penduduk dengan pendapatan rata-rata US$ 300.000 per tahun, sementara 95% lainnya berpendapatan US $ 3000 per tahun (setingkat pendapatan rata-rata Indonesia sekarang). Andaikan, jika golongan penduduk kaya yang 5% itu naik pendapatannya 10% per tahun, sementara golongan menengah ke bawah yang 95% itu mengalami penurunan pendapatan per tahun sebesar 20%, akan terjadi kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 5,21%. Hal ini dapat ditunjukan dengan perhitungan sederhana seperti berikut.

1. Total pendaptan semula adalah:
a. 5 Juta X US$ 300.000 = US$ 1.500.000
b. 95 Juta X US$ 3.000 = US$ 285.000
Total pendaptan US$ 1.785.000

2. Kalau kemudian terjadi kenaikan pendapatan 10% dari golongan kaya (5%), dan pendaptan golongan miskin turun 20%, maka akan terlihat:

a. Total pendapatan penduduk kaya yang 5% menjadi = US$ 1.500.000 + US$ 150.000 = US$ 1.650.000
b. Total pendapatan penduduk menengah dan miskin yang 95% adalah = US$ 285.000 - US$ 57.000 = US$ 228.000.

3. Total pendapatan nasional baru adalah = US$ 1.650.000 + US$ 228.000 = US$ 1.878.000. Ini berarti telah terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar =

US$ 1878.000 – US$ 1.785.000 = US$ 93.000 atau sama dengan (93.000 / 1.785.00) x 100% = 5,21%.

Dengan demikian dapat dipahami mengapa meskipun kita mengalami kenaikan pendapatan per kapita setiap tahun sekitar 5 - 6%, kemiskinan dalam masyarakat makin bertambah. Inilah barangkali yang dapat disebutkan sebagai growth with poverty atau bisa kita singkat sebagai groverty, atau dalam bahasa Indonesia dapat disebut sebagai pertumbuhan dengan kemiskinan atau disingkat sebagai pertumkin. Meskipun contoh tersebut memang dikemukakan secara agak menyolok, tetapi bagaimanapun, inilah yang sedang terjadi di Indonesia dewasa ini.

Akibat dari keadaan ini tidak mengherankan, kalau di satu pihak ada yang mengklaim bahwa proses pembangunan nasional berjalan mulus, ditandai dengan kenaikan pendapatan per kapita tiap tahun. Di lain pihak ada yang menuduh, pembangunan ekonomi gagal karena tidak dapat menghilangkan kemiskinan.

Singkatnya, yang menjadi masalah adalah melebarnya ketimpangan ekonomi antar penduduk dalam masyarakat, yang tidak sepenuhnya dapat ditunjukkan hanya dengan menggunakan indeks gini ratio. Untuk mengatasinya, diperlukan adanya pengamatan yang lebih seksama di lapangan dan kebijakan yang bersifat affirmatif memihak kepada golongan miskin, terutama kepada mereka yang ada di pedesaan.

Pupuk Indonesia keluhkan harga & suplai gas

Persoalan gas seperti yang diketahui memiliki dampak yang cukup buruk bagi sektor industri. Selain kenaikan harga gas yang tinggi dilakukan PT Perusahaan Gas Nasional (PGN), saat ini pasokan pun juga tidak tersuplai dengan baik.

Salah satunya Pupuk Indonesia Holding Company yang kerepotan dengan masalah gas industri. Hal ini menjadi problematika serius, karena berkaitan dengan produksi pupuk.

"Harga gas, kami harus beli harga gas dengan rata-rata gas dunia, paling tinggi terakhir kemarin kita beli dengan harga USD8. Selain itu suplai yang sering terhambat. Sudah harga tinggi, barang juga enggak ada. Ini problematika pupuk sekarang," ujar Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Holding Company Bambang Cahyono, dalam paparannya pada acara seminar 'Konsultasi Publik Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Nasional dalam Menghadapi Dinamika Ekonomi Global, di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/6/2012)

Bambang menuturkan, beberapa waktu lalu, salah satu pabrik pupuk yang terdapat di Aceh berhenti beroperasi. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya gas yang disuplai lagi untuk pabrik tersebut. "Ada pabrik di Aceh, sampai hari ini tidak berjalan sama sekali karena gasnya tidak ada," jelasnya.

Kemudian, Bambang menambahkan, salah satu pabrik yang masih di wilayah Sumatera terpaksa membeli gas dengan harga hingga USD11. Pembelian harga tinggi itu terpaksa dilakukan, karena menurutnya jika operasi pabrik berhenti maka ketersediaan pupuk yang dibutuhkan juga sulit dipenuhi.

Bambang menegaskan, seperti yang tertuang dalam kebijakan korporasi, pada aspek produksi PIHC sudah melakukan kerja sama dengan BP Migas dalam hal suplai gas.

Masalah Sosial Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup .Menurut data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka kemiskinan Indonesia pada 2008 sebesar 37,17 juta dan di 2009 menjadi 33,714 juta. Jika dilihat dari data, angka kemiskinan memang turun yang diperkirakan sekitar 4 jutaan. Walaupun mengalami penurunan, tetap saja saat ini masih banyak orang miskin dan orang tidak mampu di Indonesia.

Kemiskinan saat ini memang merupakan suatu kendala dalam masyarakat ataupun dalam rung lingkup yang lebih luas. Kemiskinan menjadi masalah sosial karena ketika kemiskinan mulai merabah atau bertambah banyak maka angka kriminalitas yang ada akan meningkat. Pusaran arus besar pemikiran sekitar kita saat ini menerjemahkan kemiskinan sebagai pangkal penyebab masalah sosial dan ekonomi. Bersumber konstruksi ini, penanganan pengurangan orang miskin berpotensi bersilang jalan. Pada satu kutub kemiskinan diatasi lewat pemberdayaan –mengasumsikan potensi inheren orang miskin. Kemiskinan menjadi masalah sosial ketika stratifikasi dalm masyarakat sudah menciptakan tingkatan atau garis-garis pembatas. sehingga adanya kejanggalan dalam interaksi antara orang yang berada di tingkatan yang dibwah dan di atasnya.

Kemiskinan juga sangat berpengaruh terhadap lingkungan hidup yang akhirnya akan merusak lingkungan itu sendiri. Penduduk miskin yang terdesak akan mencari lahan-lahan kritis atau lahan-lahan konservasi sebagai tempat pemukiman. Lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan penyangga atau mempunyai fungsi konservasi tersebut akan kehilangan fungsi lingkungannya setelah dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman. Akibat berikutnya, maka akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan.

Kedua, lapangan pekerjaan, penduduk miskin tanpa mata pencaharian akan memanfaatkan lingkungan sekitar, sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhannya tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku. Karena desakan ekonomi, banyak penduduk yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memasuki kawasan-kawasan yang sebenarnya dilindungi, apabila tidak dicegah dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama menyebabkan kawasan lindung akan berkurang bahkan hilang sama sekali, yang berdampak pada hilangnya fungsi lingkungan (sebagai pemberi jasa lingkungan)

Solusinya:
Menciptakan lapangan kerja yang mampu menamapung tenaga kerja sehingga pengangguran semakin rendah
Memberikan subsidi pada kebutuhan pokok manusia
Menghapus korupsi dan menggalakan program zakat

Masalah-masalah Sosial

Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar.
Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987).
Contohnya adalah masalah kemiskinan yang dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku di masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984)
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
(1) Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
(2) Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
(3) Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Dan jika hal ini berlangsung lebih masif maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak seperti kerusuhan sosial. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Merton dan Nisbet (1971) bahwa masalah sosial sebagai sesuatu yang bukan kebetulan tetapi berakar pada satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang terabaikan.
Dengan menggunakan asumsi yang lebih universal maka “tangga kebutuhan” dari Maslow dapat digunakan yaitu pada dasarnya manusia membutuhkan kebutuhan fisiologis, sosiologis, afeksi serta aktualisasi diri, meskipun Etzioni (1976) menjelaskan bahwa masyarakat berbeda antara satu dengan yang lain terkait dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena seorang individu pada dasarnya merupakan hasil “bangunan” budaya dimana individu itu tumbuh.
Hadley Cantrill (dalam Etzioni, 1976) melakukan penelitian di 14 negara dengan menanyakan harapan, aspirasi dan pangkal kebahagian kepada masyarakat di 14 negara tersebut diantaranya Brazil, Mesir, India, Amerika Serikat dan Yugoslavia. Hasilnya adalah hampir semua responden menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang menempati urutan teratas terkait dengan harapan, aspirasi dan kebahagian bila dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya.
Sebab lain adalah karena patologi sosial, yang didefinisikan oleh Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Hal ini mencakup : cacat (defect), ketergantungan (dependent) dan kenakalan (delinquent).
Para penganut perspektif patologi sosial pada awalnya juga beranggapan bahwa masalah sosial dapat dilakukan dengan cara penyembuhan secara parsial berdasarkan diagnosis atau masalah yang dirasakan. Tetapi akhirnya disadari bahwa penyembuhan parsial tidak mungkin dilakukan karena masyarakat merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan permasalahan bersifat menyeluruh.
Jika ruang lingkup masalah patologi sosial lebih mikro dan individual, maka dari perspektif “disorganisasi sosial” menganggap penyebab masalah sosial terjadi akibat adanya perubahan yang cukup besar di dalam masyarakat seperti migrasi, urbanisasi, industrialisasi dan masalah ekologi
Dengan memperhatikan perbedaan lokasi suatu daerah, Park (1967), menemukan bahwa angka disorganisasi sosial dan timbulnya masalah sosial yang tinggi ada pada wilayah yang dikategorikan kumuh akibat arus migrasi yang tinggi, dan hal ini diperkuat dengan pendapat Faris dan Dunham (1965), bahwa tingkat masalah sosial lebih tinggi di pusat kota secara intensitas dan frekuensi dibandingkan daerah pinggiran.
Disamping itu industrialisasi-pun (selain memberikan dampak yang positif) juga memberikan dampat yang negatif pada suatu masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Mogey (1956) menjelaskan bahwan pertumbuhan industri kendaraan bermotor di kota Oxford menjadikan biaya hidup di kota tersebut menjadi tinggi yang pada akhirnya akan mendorong buruh menuntut peningkatan upah kerja.
Perlu ditambahkan juga disini, bahwa masalah sosial tidak hanya karena kesalahan struktur yang ada di dalam masyarakat atau kegagalan sistem sosial yang berlaku namun juga dari tindakan sosial yang menyimpang atau yang dikenal sebagai “perilaku menyimpang” yaitu menyimpang dari status sosialnya (Merton & Nisbet, 1961).
Misalkan seseorang yang sudah tua bertingkah laku seperti anak-anak atau orang miskin bertingkah laku seperti orang kaya dan lainnya. Dengan demikian, seseorang itu disebut berperilaku menyimpang karena dia dianggap gagal dalam menjalankan kehidupannya sesuai harapan masyarakat. Namun demikian, Heraud (1970) membedakan lagi jenis perilaku menyimpang ini, apakah secara statistik, yaitu berlainan dengan kebanyakan perilaku masyarakat secara umum ataukah secara medik, yang lebih menekankan kepada faktor “nuture” atau genetis.
Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya.

Artikel Ekonomi

Bank Indonesia
Bank Indonesia selaku bank sentral berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 adalah lembaga negara yang independen. Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuannya tersebut, tentu saja kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia tidak sama dengan yang dilakukan oleh bank pada umumnya.
Jadi, walaupun ada kata “Bank” pada Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak melakukan kegiatan komersial seperti yang dilakukan oleh bank pada umumnya baik itu Bank Umum ataupun Bank Perkreditan Rakyat. Hal ini berarti, Bank Indonesia tidak bisa menerima tabungan, giro, dan deposito dari masyarakat umum. Selain itu masyarakat umum juga tidak bisa secara langsung meminta kredit ke Bank Indonesia.
Kalau begitu, apa sih sebenarnya tugas dari Bank Indonesia itu? Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Bank Indonesia? Nah, tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugas utama dari Bank Indonesia selaku Bank Sentral adalah pertama, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
Kedua, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam kaitannya dengan tugas ini, Bank Indonesia juga memiliki tugas yang hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia, yaitu mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia dengan mencetak uang, mengedarkan serta mengatur jumlah uang beredar. Di sini Bank Indonesia memiliki hak tunggal dalam mengeluarkan uang kertas dan uang logam. Bank Indonesia harus tetap menjaga uang selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, dalam komposisi pecahan yang sesuai, pada waktu yang tepat, dan dalam kondisi yang baik sesuai dengan kebutuhan.
Ketiga Bank Indonesia juga berfungsi mengembangkan sistem perbankan dan sistem perkreditan yang sehat dengan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan.
Riwayat Bank Indonesia
Perjalanan sejarah Bank Indonesia amatlah panjang dan berliku-liku, namun secara singkat dapatlah kita lihat bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, lahir pada 1 Juli 1953. Kelahiran Bank Indonesia ini didasarkan pada UU Pokok Bank Indonesia atau UU No 11 Tahun 1953, hampir delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Lahirnya Bank Indonesia ini merupakan hasil nasionalisasi dari De Javasche Bank, sebuah bank Belanda yang pada masa kolonial diberi tugas oleh pemerintah Belanda sebagai bank sirkulasi di Hindia Belanda. Jadi, riwayatnya dulu, De Javasche Bank inilah yang menjadi cikal bakal dari lahirnya Bank Indonesia.
Kalau melihat dari usia De Javasche Banknya sendiri sih sudah lebih dari 172 tahun, karena didirikan pada tahun 1828 dan dahulu berfungsi sebagai bank sirkulasi selain juga melakukan kegiatan komersial. De Javasche Bank kemudian ditetapkan menjadi bank sentral pada tahun 1949 berdasarkan hasil Konperensi Meja Bundar.
Narnun sebagai Bank Sentral saat itu, De Javasche Bank juga tetap melakukan kegiatan komersial. Pada tahun 1953. De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi BANK INDONESIA yang juga ditetapkan sebagai Bank Sentral. Tapi, seperti juga sebelumnya, Bank Indonesia juga tetap melakukan kegiatan komersial.
Dengan peran ganda yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada masa itu tentu saja mengakibatkan perkembangan moneter yang tidak sehat bagi perkembangan perekonomian. Atas dasar keadaan tersebut, pada tahun 1968 melalui UU No 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, peran Bank Indonesia diubah lagi dan didudukkan secara murni sebagai Bank Sentral.
Hal ini berarti Bank Indonesia tidak melakukan kegiatan komersial lagi selain menjalankan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan. Dalam perkembangan selanjutnya, UU No. 13 Tahun 1968 dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi.
Beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut dalam kenyataannya belum memberikan jaminan yang cukup untuk terselenggaranya fungsi suatu bank sentral yang independen. Penetapan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai pembantu Pemerintah misalnya, membuka peluang terjadinya campur tangan dari pihak luar yang pada gilirannya menyebabkan kebijakan yang diambil menjadi kurang bahkan tidak efektif.
Dengan latar belakang tersebut, maka pada tanggal 17 Mei 2000 lahirlah Undang-undang No. 23 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1968 yang memberikan status dan kedudukan kepada Bank Indonesia sebagai suatu bank sentral yang independen dan bebas dari campur tangan pihak luar termasuk Pemerintah.
Organisasi di Bank Indonesia
Sebagaimana layaknya sebuah lembaga, maka dalam menjalankan tugasnya Bank Indonesia juga memiliki pimpinan. Pimpinannya pun tentu berbeda dengan bank- bank pada urnumnya. Sesuai denga UU No. 23 Tahun 1999 pimpinan Bank Indonesia disebut dengan Dewan Gubernur. Nah, Dewan Gubernur ini terdiri dari seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan sekurang-kurangnya 4 (empat) dan sebanyak banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur.
Yang menarik di sini adalah sesuai dengan independensi yang dimiliknya, maka Bank Indonesia tidak lagi memberikan laporan pertanggungjawabannya kepada Presiden sebagaimana undang-undang terdahulu, melainkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dan Gubernur Bank Indonesia bukan anggota kabinet.
Sementara itu, Organisasi Bank Indonesia secara keseluruhan terdiri dari 25 direktorat/biro, 37 Kantor Bank Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah RI, dan 4 Kantor Perwakilan yang ada di New York, London, Tokyo, dan Singapura.
Peranan Bank Indonesia Di Bidang Moneter
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yangingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Implementasi kebijakan moneter ini dilakukan dengan menetapkan sasaran operasional, yaitu uang primer (base money). Sebagaimana kita melakukan suatu pekerjaan, pasti kita membutuhkan alat untuk mempermudah terlaksananva Pekeriaan tersebut.
Demikian pula dengan Bank Indonesia. Untuk melaksanakan tugas di bidang moneter, Bank Indonesia punya alat-alat canggih yang dikenal dengan piranti moneter, Piranti moneter tersebut adalah, Operasi Pasar Terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan (reserve requirements).
Berkaitan dengan peranannya di bidang moneter ini, Bank Indonesia juga menentukan kebijakan nilai tukar, mengelola cadangan devisa, dan berperan sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai lender of the last resort, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana dengan tetap memperhatikan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU No. 23 Tahun 1999.
Peranan Bank Indonesia Dalam Sistem Pembayaran
Selain tugasnya di bidang moneter dan perbankan, tugas Bank Indonesia lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyelenggarakan sistem pembayaran. Antara lain dengan jalan memperluas, memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar bank.
Program pengembangan sistem pembayaran nasional yang telah dikembangkan, antara lain, Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ), Penetapan Jadwal Kliring T+ 0, Bank Indonesia Layanan Informasi dan Transaksi antar Bank secara Elektronis (BI-LINE), Sistem Real Time Gross Settlement (RTGS), dan Sistem Transfer Dana dalam US dollar di Indonesia.
Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi sistem pembayaran nasional dan memperkuat sistem pengawasan (oversight) sistem pengawasan dengan mewujudkan perlindungan konsumen sistem pembayaran di Indonesia.
Di samping itu, terkait dengan tugasnya dalam bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik uang tersebut dari peredaran.

Tantangan Ekonomi Syariah dan Peran Ekonom Muslim

Kemunculan ilmu Islam ekonomi modern di panggung internasional, dimulai pada tahun 1970-an yang ditandai dengan kehadiran para pakar ekonomi Islam kontemporer, seperti Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Shiddiqy, Kursyid Ahmad, An-Naqvi, M. Umer Chapra, dll. Sejalan dengan itu berdiri Islamic Development Bank pada tahun 1975 dan selanjutnya diikuti pendirian  lembaga-lembaga  perbankan dan keuangan Islam lainnya di berbagai negara. Pada tahun 1976 para pakar ekonomi Islam dunia berkumpul untuk pertama kalinya dalam sejarah pada International Conference on Islamic Economics and Finance, di Jeddah.
Di Indonesia, momentum kemunculan ekonomi Islam dimulai tahun 1990an, yang ditandai berdirinya Bank Muamalat Indoenesia tahun 1992, kendatipun benih-benih pemikiran ekonomi dan keuangan Islam telah muncul jauh sebelum masa tersebut. Sepanjang tahun 1990an perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada tahun 2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjan dari sisi pertumbuhan asset, omzet dan jaringa kantor lembaga perbankan dan keuangan syariah. Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam, walaupun pada jumlah yang sangat terbatas, antara lain STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3 Manajemen Bank Syariah di IAIN-SU di Medan (1997), STEI SEBI (1999) , STIE Tazkia (2000), dan PSTTI UI yang membuka konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam, pada tahun 2001.
 
Lima tantangan dan problem besar
Namun demikian, sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan  tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut, setidaknya ada lima  problem dan  tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif. . Kedua, ujian atas kredibiltas sistem ekonomi dan keuangannya, ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai . Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan  ekonomi syariah yang memadai. Kelima , peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam
Gerakan Menghadapi Tantangan
Sadar akan berbagai problem tersebut ditambah dengan kondisi ekonomi bangsa (umat)  yang masih terpuruk, maka tiga tahun lalu, para ekonom muslim yang terdiri dari akademisi dan praktisi ekonomi Islam se-Indonesia berkumpul di Jakarta, tepatnya di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 Maret 2004 dalam sebuah forum Konvensi Nasional   Ekonomi Islam. Keesokan harinya, bertempat di Universitas Indoensia, yakni pada tanggal 4 Maret 2004, dideklarasikan-lah  lahirnya sebuah wadah Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) oleh  para tokoh ekonomi Islam nasional, Gubernur Bank Indonesia, BurhanuddinAbdullah, ulama (MUI), K.H Maruf Amin, Direktur Utama Bank Muamalat, A.Riawan Amin, Ketua Umum BAZIS saat itu Ahmad Subianto,  dan pakar ekonomi Islam  dari Timur, Prof. Halidey, dan disaksikan ratusan  ahli/akademisi dan  praktisi ekonomi syariah se Indoensia.
Dari acara konvensi nasional  dan deklarasi IAEI tersebut perlu dicatat, bahwa para akademisi, praktisi, ulama dan regulator (BI), bergabung, bersinergi dan memiliki visi yang sama untuk mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia, setelah sehari sebelumnya  mendapat dukungan dan respon positif dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Hamzah Haz,  saat itu.   Ketika itu, ada keyakinan bersama, yaitu jika berbagai elemen penting dari umat tersebut bersinergi, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, ekonomi Islam akan mampu memberikan konstribusi yang besar dan nyata bagi pembangunan ekonomi bangsa yang sekian lama terpuruk dalam krisis moneter dan ekonomi.
Oleh karena itu IAEI  merumuskan visinya, yaitu menjadi wadah para pakar ekonomi Islam yang memiliki komitmen dalam mengembangkan dan menerapkan ekonomi syariah di Indonesia.
Sebagai sebuah wadah assosiasi para pakar dan profesional, IAEI lebih mengutamakan program   pengembangan Ilmu Pengetahuan di bidang ekonomi syariah melalui riset ilmiah untuk dikonturibusikankan bagi pembangunan ekonomi,  baik ekonomi dunia maupun ekonomi Indonesia. Karena itu IAEI terus bekerja membangun tradisi ilmiah di kalangan akademisi dan praktisi ekonomi syariah di Indonesia.
Misi IAEI selanjutnya ialah menyiapkan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas di bidang ekonomi dan keuangan Islam melalui lembaga pendidikan dan kegiatan pelatihan. Juga, membangun sinergi antara lembaga keuangan syariah, lembaga pendidikan dan pemerintah dalam membumikan ekonomi syariah di Indonesia. Selain itu IAEI juga akan berusaha membangun jaringan dengan lembaga-lembaga internasional, baik lembaga keuangan, riset maupun organisasi investor internasional
Peranan IAEI
Dalam perjalanannya yang masih relatif baru, IAEI telah banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. IAEI telah banyak menggelar berbagai kegiatan, walaupun dengan dukungan  dana yang terbatas, seperti Simposium Kurikulum Nasional, Rapat Kerja Nasional I IAEI di Arthaloka, PNM, Seminar Perbankan Syariah, dsb.
IAEI  juga telah melaksanakan Muktamar IAEI di Medan pada 18-19 September 2005 yang dirangkaikan  dengan Seminar dan Simposium Internasional Ekonomi Islam sebagai Solusi. Pada momentum itu juga dilakukan penyunan draft blueprint Ekonomi Islam Indonesia.
Pasca muktamar IAEI  juga telah banyak dilaksanakan berbagai program lkegiatan, antara lain, mendorong dan mengadvise diselengarakannya kajian, konsentrasi maupun Program Stdui Ekonomi islam, baik di D3, S1, S2 maupun S3 Ekonomi Islam. Berbagai kegiatan seminar dan workshop ekonomi syariah telah digelar, Silaturrahmi Nasionalk IAEI, diskusi ilmiah bulanan antar kampus yang secara rutin dilaksanakan.
IAEI juga berperan aktif dalam penyusunan draft Kompilasi Hukum Ekonomi Islam Indoneia yang diprakarsai baik oleh BPHN (Departemen Hukum dan Perundang-Undangan) maupun Mahkamah Agung Republik Indonesia. Selain itu, IAEI seringkali diundang sebagai pembicara (nara sumber) dalam forum-forum ilmiah tentang ekonomi Islam, baik taraf nasional maupun internasional. IAEI juga telah beberapa kali memberikan materi ekonomi dan bank syariah kepada para ulama, seperti terhadap Korps Muballigh Jakarta dan Majalis Ulama di daerah.  IAEI juga telah bekerjasama  dengan FoSSEI melaksakanan Olympiade Ekonomi Syariah memperebutkan piala bergilir IAEI sejak tahun 2007. Penerbitan buletin ekonomi syariah dan penulisan artikel ekonomi syariah di koran juga telah banyak dilakukan IAEI.
Selain itu, IAEI juga telah membentuk kepengurusan IAEI di berbagai wilayah propinsi,  daerah serta komisariat-komisariat di berbagai Perguruan Tinggi. Banyak di antaranya telah dilantik sebagai pengurus IAEI wilayah maupun komisariat. Kini terdapat lebih dari 30 Pengurus DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) dan Komisariat IAEI yang tersebar di seluruh Indonesia.

Artikel Ekonomi (Perbankan Syariah)

Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa Bank, bisa kita bayangkan bagaimana kita sulitnya menyimpan dan mengirimkan uang, memperoleh tambahan modal usaha atau melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman. Saat ini banyak orang memperbincangkan tentang perbankan syariah, yang merupakan salah satu perangkat ekonomi syariah. Sebenarnya apa definisi dari Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja Bank Syariah? Dan apa bedanya Bank Syariah dengan Bank Umum yang banyak berkembang di masyarakat saat ini atau yang sering disebut juga dengan Bank Konvensional? Disini akan dibahas sekilas satu per satu tentang perbankan syariah.
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.
Pertama – tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut, yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang dijalankan pada Bank Konvensional, dan nyaris tidak ada bedanya.
Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama tentang akad dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.
Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Penanganan resiko usaha, Bank Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank Konvensional.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja Bank Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
Perbedaan utama yang paling mencolok antara Bank Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Dari perbandingan itu terlihat bahwa dengan sistem riba pada Bank Konvensional penabung akan menerima bunga sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Sekilas perbedaan itu memperlihatkan di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan Bank Syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.

Ekspor Produk Indonesia ke AS Tak Tergantikan

JAKARTA - Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) oleh bank sentral AS, the Federal Reserve, tidak membuat pemerintah khwatir akan terjadi penurunan nilai ekspor. The Fed memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) AS akan tumbuh maksimal 2,4 persen pada akhir tahun.

Deputi Menko Perekonomian Perdagangan dan Perindustrian, Eddy Putra Irawadi, mengatakan akan terjadi penurunan nilai ekspor dikarenakan hal tersebut, namun penurunan tidak akan signifikan. Menurutnya, mayoritas barang yang di ekspor ke negara adidaya tersebut, merupakan barang inelastis atau barang yang tidak bisa tergantikan.

"Apa yang dibutuhkan mereka (AS) dari kita? ikan, produk-produk office suply, karet yaitu produk-produk yang memang dia butuhkan itu yang saya bilang inelastis, jadi umumnya pasar Amerika itu inelasitis karena komoditi kita. Komoditi comparatif bisa bersaing, tapi kalau kaos kaki lalu baju itu memang tidak bisa," ungkap dia kala ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/6/2012).

Eddy melanjutkan, komoditi yang dimiliki oleh Indonesia memiliki karakter yang comparatif atau bisa bersaing. Sehingga, pemerintah tidak kahwatir akan terjadi penurunan yang signifikan terhadap nilai ekspor kedepan. Selain itu, Indonesia juga melakukan diversifikasi pasar dalam segi ekspornya.

"Kemudian diversifikasi produk itu kuat kan ke China itu diversifikasinya besar nah itu dari segi ekspor, mudah-mudahan tidak terlalu jatuh ya, paling tidak bisa naik itu harapan saya," jelas Eddy.

Selain itu, dia juga tidak khawatir akan terjadinya penurunan harga komoditi karena demand atau permintaan akan komoditi masih besar. Menurutnya, dengan produk-produk andalan yang tidak tergantikan, maka ekspor Indonesia ke AS akan tetap berjalan.

Mirisnya Pendidikan

Pendidikan kita semakin miris dan nyaring menjerit dengan kompleksnya permasalahan yang sedang dihadapi. Permasalahan mulai dari sistem pendidikan, kebijakan pendidikan, pergantian dan atau perubahan kurikulum, materi ajar, inovasi pembelajaran, anggaran pendidikan, kualitas guru dan sertifikasi guru, mahalnya biaya pendidikan, biaya buku, biaya seragam, minimnya penghargaan bagi guru juga ilmuan, dan masih banyak permasalahan lainnya merupakan sederetan panjang fenomena pendidikan kita.

Pendidikan kita saat ini menjerit karena adanya diskriminasi. Terjadi pengkotak-kotakan dalam dunia pendidikan kita dengan adanya Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), Sekolah Berstandar Internasional (SBI) dan sekolah regular (biasa). Adanya perbedaan yang signifikan antara RSBI, SBI dan sekolah regular, baik dari sarana dan prasarana (fasilitas) maupun dari segi biaya pendidikannya. Siswa yang berhak masuk ke RSBI dan SBI hanyalah anak yang berasal dari keluarga kaya, sebab biaya pendidikannya sangat mahal sedangkan anak dari keluarga kurang mampu sulit atau bahkan tidak dapat menikmati sekolah berkualitas itu karena terkendala di dana/biaya pendidikan. Ini adalah modus pendiskriminasian pendidikan masa kini.

Mahalnya Biaya Pendidikan

Mahalnya biaya pendidikan tetap menjadi jeritan pendidikan kita. Uang masuk/mendaftar TK dan SD membutuhkan biaya Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000 bahkan ada yang memungut di atas satu jutaan. Biaya masuk SLTP/SLTA mencapai Rp 1 jutaan sampai Rp 5 jutaan, bahkan lebih. Belum lagi biaya untuk membeli buku, seragam sekolah atau pungutan-pungutan lain. Katanya saja ada pendidikan gratis, namun nyatanya biaya pendidikan tetap melambung tinggi.

Rendahnya kualitas sarana fisik pendidikan juga merupakan jeritan pendidikan saat ini. Masih banyak gedung sekolah yang rusak. Seperti data BPS 2010 yang menyatakan bahwa 42,12% sekolah di Indonesia dengan kondisi fisik kategori baik, 34,62% mengalami rusak ringan dan 23,26% mengalami rusak berat/parah. Padahal gedung sekolah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan formal sangat penting demi tercapainya pembelajaran, dan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

Anggaran pendidikan 20% yang belum terealisasi dengan tepat sasaran juga merupakan jeritan pendidikan kita. Apalagi bagi sekolah-sekolah di pinggiran kota atau di pedesaan, anggaran 20% tidak begitu tampak nyata (signifikan). Sehingga masih banyak juga anak-anak yang putus sekolah dan tidak bersekolah.

Tidak hanya itu, pendidikan juga menjerit dengan nyaring dengan tetap diberlakukannya ujian nasional (UN) sebagai penentu kelulusan siswa. UN telah mengerdilkan makna pendidikan. Diberlakukannya UN sebagai penentu kelulusan di tengah kondisi pendidikan yang belum mampu mencapai target yang diberikan pemerintah sehingga UN selalu diwarnai kecurangan. Selain itu, kebijakan tersebut telah merampas hak guru untuk memberikan evaluasi dan menentukan kelulusan peserta didiknya. Padahal guru yang mengetahui proses dan perkembangan dari hasil pendidikan dan pengajaran yang dilakukan. Sebab, pendidikan tidak hanya diukur dari kognitifnya saja melainkan sikap, moral, prilaku sebagai manusia seutuhnya.

Pendidikan juga semakin kerdil di kalangan mahasiswa sebagai kaum intelektual. Banyak sekali kaum intelektual kita setelah menjadi alumni hanya mengharapkan lowongan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dan pendidikan di perguruan tinggi/PT yang hanya menghasilkan lulusan untuk mencari lowongan pekerjaan bukan pencipta lowongan pekerjaan. Selain itu, lulusan PT juga banyak yang menjadi pengangguran intelektual/terdidik.

Jeritan pendidikan juga tidak terlepas dari rendahnya kualitas guru, baik dalam merencanakan pembelajaran, melakukan pembelajaran bahkan evaluasi pembelajaran (analisis pembelajaran). Adanya sertifikasi guru tidak mampu meningkatkan mutu dan kualitas guru Indonesia. Program sertifikasi yang dilaksanakan selama sepuluh hari diklat memaksa (mengkarbit) guru "profesional" namun keprofesionalan yang dimaksud, hanya dengan menerima sertifikat dan tunjangan profesional, tetapi tidak berbanding lurus dengan mutu pendidikan kita. Bahkan guru-guru yang dianggap profesional tersebut tidak ada berbeda dengan guru belum bersertifikat profesional dalam hal pembelajaran.

Berikutnya, kurangnya perhatian pemerintah terhadap ilmuan bahkan peneliti di negeri ini juga merupakan masalah dalam pendidikan kita. Ilmuan yang seharusnya dapat memberikan sumbangsih pada perkembangan pendidikan di Indonesia, lebih banyak yang memilih bekerja di luar negeri karena tidak mendapat tempat yang layak untuk mengembangkan pendidikan Indonesia.

Jeritan pendidikan kita ini, perlu di"dengarkan" oleh pemerintah, guru sebagai pendidik, mahasiswa sebagai kaum intelektual sehingga pendidikan kita dapat lebih maju. Pendidikan yang berkualitas akan menjadikan bangsa ini mencapai puncak yang gemilang. Pemerintah negeri ini, dengarkanlah suara nyaring jeritan pendidikan kita yang meminta keseriusan pemerintah dalam hal pengentasan kemiskinan dan kebodohan serta memajukan bangsa tercinta ini

Kondisi pendidikan di Indonesia

Momentum Hari Pendidikan Nasional selalu menjadi sebuah peringatan akan pentingnya pendidikan bagi sebuah bangsa. Peringatan ini juga menjadi perenungan bersama mengenai kualitas pendidikan di negara kita, Indonesia. Lalu, bagaimana kondisi pendidikan Indonesia saat ini?
Jika kita lihat saat ini, kondisi pendidikan Indonesia masih saja memprihatinkan, diantaranya mengenai fasilitas pendidikan di daerah-daerah, baik sarana maupun prasarana pendidikan. Masih saja terdengar kabar ada bangunan sekolah yang tidak layak untuk digunakan,Sebagai contoh, diberitakan bahwa masih ada sekitar 2.000 ruang kelas di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dalam kondisi memprihatinkan. Bahkan kondisi ruang kelas tersebut tidak layak pakai untuk proses belajar-mengajar. Tak hanya itu saja, ada pula daerah-daerah yang kekurangan tenaga guru untuk mengajar.
Belum lagi masalah moral generasi muda kita. Sekarang ini banyak generasi muda kita yang lebih mengandalkan otot daripada otak, Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah ke dunia kampus. kita jarang  melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan perilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang – menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ?
Semua itu bisa terjadi karena kurang seriusnya pemerintah dalam menangani bidang pendidikan, ditambah lagi dengan bobroknya moral pejabat – pejabat kita, seperti korupsi, suap, mengumpat di sidang paripurna, dan sebagainya, padahal mereka rata – rata berpendidikan tinggi, belum lagi peran orang tua yang kurang mendidik, seperti Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya, kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat.
Dengan demikian, apabila kita ingin memperbaiki kualitas pendidikan dan mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan

Masalah Pendidikan di Indonesia

Diperkirakan tahun 2020-2030 bangsa ini diprediksi memulai mencapai zaman  keemasan,    penduduk yang besar , usia muda dan produktif ditambah sumber alam yang begitu besar yang memungkinkan membawa keuntungan yang besar bagi bangsa ini.
PR bagi kita semua jika potensi sumber daya manusia yang trampil, berkemampuan dan berkepribadian, sehat jasmani rohani untuk mengelola suber daya alam tersebut. Orang Arab pernah mengatakan bahwa Indonesia adalah surga dunia. Kusplus dengan lagunya berjudul Kolam Susu mengatakan dalam syairnya bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai tiadaa topan kutemui, ikan dan udang menghampiri diriku ……
Kunci bangsa ini untuk meraih zaman keemasan salah satunya adalah Pendidikan
Masalahnya adalah bahwa pendidikan di Indonesia masih banyak tersimpan berbagai masalah . BPS mencatat bahwa tahun 2010 dari 40 juta angkatan kerja 49,5% hanya berpendidkan SD, 19,1% berpendidkan  SMP, 23.4%  berpendidikan  SLA,  2,8%  setara D4, 4, 8% berpendidikan S1.
Selain daripada itu adanya kesenjangan antar daerah yang sangat besar , pendidikan menengah dari 497 kab/kota, 235  diantarnya angka partisipasi kasar (APK) mencapai 47,3%, itu berarti masih banyak warga yang belum bisa menikmati pendidikan pada tingkat SLA.
Persoalan lain adalah tentang kesejahteraan guru . coba kita bayangkan hari gini guru yang konon disebut pahlawan tanpa tanda jasa, sebagai ujung tombak kemajuan bangsa dan Negara masih ada guru yang digaji Rp. 100.000, per bulan, permasalahan sertifiakasi guru, permasalah kualitas guru, masalah pengangngkatan guru Bantu dan masalah-masalah pendidikan lainya yang belum terselesaikan.
Masalah yang sederhana saja yang sering muncul yaitu gaji guru yang rendah sebenarnya gampang solusinya naikan saja, ( daripada dikorupsi) kompetensi guru yang rendah tinggal diperbaiki saja apa yang menjadi kekurangan dan kelemahan pada guru, jangan lupa kompetensi Kepala Sekoalah dan Pengawas juga perlu dievaluasi, apakah kepala sekolah dan pengawas diangkat karena kompetensinya . atau diangkat karena kepala sekolah bisa dipakai sebagai alat politik.
Jika ada suatu pertanyaan apakah guru sanggup menyiapkan generasi muda masa depan yang dibutuhkan sesuai jamannya ? maka jawabnya adalah sanggup . Pemerintah harus mengurus soal penyedian , distribusi, kualifikasi, sertifikasi, pelatiahan, karier, kesejahteraan, penghargaan dan perlindungan.
Masalah yang semakin lengkap.
Mantan Rektor Universitas Sanata Dharma yagyakarta pernah mengatakan bahwa pemerintah yang tidak secara jelas mendasarkan pada filosofi pendidikan membuat praktis pendidikan dilapangan dikembangan sesuai filsafat masing-masing sekolah.  Sehingga para guru terjebak dalam ketidak jelasan untuk mencapai tujuan nasional pendidikan mencerdaskan bangsa dengan menjadikan anak bangsa sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Contoh Ujian nasional ( UN ) pendidikan koqnitif menjadi fokus utama para guru kehilangan semangat sebagai pendidik dipersempit. Menjadi guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan

Geliat Petani Sutra Cianjur

Meningkatnya permintaan sutra alam saat ini masih belum diimbangi kemampauan petani dalam mengembangkan kualitas kokon dan produk sutra lainnya. “Ini peluang yang harus segera diambil,” kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kepada VIVAnews di ruang kerjanya.

Dengan pengembangan pengolahan kokon menjadi benang justru akan meningkatkan penghasilan para petani sutra alam. Saat ini harga kokon di petani Kabupaten Cianjur berkisar antara Rp22.000 - Rp30.000 per kilogram, tergantung kualitasnya. Sedangkan harga benang sutra alam di tingkat petani sudah Rp350 ribu - Rp450 ribu per kg.

Bahkan, bila harga ini melonjak jadi Rp550 ribu – Rp650 ribu di pasar. "Ini peluang yang harus di ambil untuk kesejahteraan petani,” katanya.

Saat ini masih banyak keterbatasan petani dalam mengolah kokon produksi mereka. Padahal untuk mengolah kokon menjadi benang tidak terlalu sulit dan tidak membutuhkan teknologi mahal.

Dengan teknologi sederhana pengolahan 10 kokon bisa menghasilkan 1 kg benang sutra alam. Rata-rata petani sutra di Kabupaten Cianjur bisa menghasilkan 1.000 kokon dalam sebulan. Tentu saja, bila diolah dulu,  kesejahteraan petani akan meningkat.

Dari data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Cianjur, perputaran uang dari bisnis sutra alam di wilayah itu mencapai Rp3 miliar per tahun. Dengan pengembangan teknologi dan kemampauan petani, dua tahun ke depan perputarannya akan meningkat hingga lima kali lipat menjadi Rp15 miliar.

Hal ini diperkuat dengan Surat Keputusan tiga menteri pada 2006 silam. Dalam surat yang ditandatangani Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Koprasi dan KUKM, serta Menteri Kehutanan inimenyatakan Kabupaten Cianjur, Bali, dan Sulawesi menjadi salah satu percontohan pengembangan sutra alam.

Ada Perang Dagang di Balik Isu Rokok?

isu kesehatan semata adalah kekeliruan yang terus dihembuskan pemerintah. Sikap tersebut menurut Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Nurtantio Wisnu Brata, sangat merugikan petani yang terbiasa memproduksi hasil olahan tanaman tembakau dari hulu hingga hilir.

"Jangan cuma dari isu kesehatan, ini tidak adil," katanya dalam diskusi yang bertajuk "Pro Kontra Tembakau, Siapa yang Diuntungkan?" di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta, Selasa 20 Juni 2012.

Menurut dia, cara pandang sebelah mata inilah yang menjadikan pihak antirokok seolah memaksakan kesehendak membuat aturan mengenai tembakau. "Kita harus kritis menyikapi isu soal rokok di Indonesia,” katanya.

Pihak antirokok dinilai menutup mata dari berbagai faktor lain seperti, ekonomi, politik, dan budaya. Secara ekonomi misalnya, rokok menyumbang cukai bernilai triliunan rupiah. Pada 2009, penerimaan cukai Rp55 triliun dan meningkat pada 2010 jadi Rp57 triliun.

Bahkan, rokok menjadi salah satu industri prioritas. Jika cukai rokok naik dan industri dibatasi, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. “Belum hasil keuntungan yang diperoleh dari petani, pengusaha, hingga distributornya,” katanya.

Sedangkan di sisi lain, perusahaan rokok asing juga bisa memberikan dana kampanye antirokok. Artinya, isu bahaya rokok yang berujung pada pembuatan aturan menghilangkan industri rokok produk lokal, hanyalah perang dagang.

"Di mana pihak antirokok juga mendapatkan dana dari perusahaan asing untuk memperlancar misi menghancurkan industri tembakau dalam negeri," ujarnya.