Pengguna mobil pribadi harus bersiap-siap menghadapi
pembatasan pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi pada 1 April 2012.
Untuk tahap pertama, pemerintah akan memberlakukan pembatasan BBM
bersubsidi bagi 1,29 juta kendaraan pelat hitam di Jawa dan Bali.
Pemerintah
mengklaim, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, khususnya premium, sudah
memiliki dasar hukum, yakni Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara 2012. Dalam APBN 2012, pemerintah telah mematok kuota BBM
bersubsidi 40 juta kiloliter. Namun, berdasarkan kesepakatan dengan
DPR, konsumsi BBM bersubsidi ditargetkan tidak melebihi 37,5 juta
kiloliter.
Pembatasan dibutuhkan karena pengalaman tahun 2011
menunjukkan, volume BBM bersubsidi selalu terlampaui hingga subsidi BBM
mencapai Rp 160 triliun. Dengan kata lain, ada pembengkakan anggaran Rp
30,3 triliun tahun 2011.
Pada tahun 2011, realisasi konsumsi BBM
bersubsidi mencapai 41,69 juta kiloliter. Hal ini berarti realisasi
konsumsi bahan bakar bersubsidi itu 103 persen dari kuota dalam APBN
Perubahan 2011 yang ditetapkan pada level 40,36 juta kiloliter.
Untuk
menekan konsumsi bahan bakar bersubsidi agar tidak melampaui kuota, BBM
bersubsidi hanya didistribusikan untuk angkutan umum dan barang. Jadi,
pemilik kendaraan pelat hitam diminta menggunakan BBM nonsubsidi atau
mempersiapkan program penghematan bahan bakar.
Pemerintah
menyarankan pemilik kendaraan berpenghasilan terbatas agar mengalihkan
konsumsi bahan bakar minyak kedua jenis bahan bakar baru, yakni gas alam
yang terkompresi (compressed natural gas/CNG) dan Vi-Gas (liquified gas vehicle). Hal itu perlu karena pemerintah tetap dengan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi pada 1 April 2012.
Penggunaan
CNG di Indonesia sebenarnya sudah dicoba tahun 1986. Saat itu, 20
persen armada taksi dialihkan ke CNG. Di Jakarta pernah ada 14 stasiun
pengisian bahan bakar gas (SPBG), tetapi sebagian sudah tutup.
Harga
BBG ditetapkan Rp 4.100 per liter setara premium. Sementara harga
premium bersubsidi Rp 4.500 per liter, sedangkan harga bahan bakar
nonsubsidi hampir dua kali. Hal ini berarti pemilik kendaraan pelat
hitam bisa menghemat biaya bahan bakar.
Namun, penggunaan BBG
terkendala mahalnya harga alat konversi, mulai dari Rp 10 juta sampai Rp
15 juta per unit. Pemerintah hanya akan membagikan alat konversi gratis
kepada angkutan umum di Jawa dan Bali. Untuk mobil pribadi, pemerintah
hanya akan memberi subsidi potongan harga atau pinjaman lunak. Padahal,
ada belasan juta mobil pribadi di Jawa dan Bali dan ini perlu waktu
untuk menggunakan alat konversi.
Untuk melaksanakan konversi ini,
tentu perlu pembangunan infrastruktur BBG, baik tangki maupun SPBG,
agar mudah diakses pengguna kendaraan. Hal ini disertai dengan jaminan
keberlanjutan pasokan gas bagi sektor transportasi dan harga BBG yang
sesuai dengan keekonomian.
Yang juga penting adalah bagaimana
mengubah persepsi masyarakat bahwa BBG itu mudah meledak. Tentu perlu
pengawasan ketat dan ada jaminan kualitas alat konversi yang telah
tersertifikasi.
Sumber:Kompas
No comments:
Post a Comment